Rabu, 01 April 2015

KONSEP KEBIJAKAN PUBLIK

A.    Definisi Kebijakan Publik
Kebijakan Publik adalah segala sesuatu keputusan bersamayang dikeluarkan oleh seseorang peemimpin yang mempunyai wewenang dalam suatu instansi yang meliputi kebutuhan masyarakat di suatu wilayah
1.      Thomas R. Dye ( 1981 )
Kebijakan publik dikatakan sebagai apa yang tidak dilakukan maupun apa yang
dilakukan oleh pemerintah. Pokok kajian dari hal ini adalah negara. Pengertian ini
selanjutnya dikembangkan dan diperbaharui oleh para ilmuwan yang
berkecimpung dalam ilmu kebijakan publik. Definisi kebijakan publik menurut
Thomas R. Dye ini dapat diklasifikasikan sebagai keputusan ( decision making ),
dimana pemerintah mempunyai wewenang untuk menggunakan keputusan
otoritatif, termasuk keputusan untuk membiarkan sesuatu terjadi, demi teratasinya
suatu persoalan publik.
2.      Easton ( 1969 )
Kebijakan publik diartikan sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk
seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam hal ini hanya
pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan
tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah
yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.
Definisi kebijakan publik menurut Easton ini dapat diklasifikasikan sebagai suatu
proses management, yang merupakan fase dari serangkaian kerja pejabat publik.
Dalam hal ini hanya pemerintah yang mempunyai andil untuk melakukan
tindakan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masalah publik, sehingga
definisi ini juga dapat diklasifikasikan dalam bentuk intervensi pemerintah.
3.      Anderson ( 1975 )
Kebijakan publik adalah sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badanbadan
dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan tersebut
adalah :
1.      Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai
tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan.
2.      Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.
3.      Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk
dilakukan.
4.      Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan
tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau
bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak
melakukan sesuatu.
5.      Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan
pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

B.     Karakteristk Kebijakan Publik
-          Adanya tujuan tertentu untuk pemecahan masalah
-          Adanya tindakan-tindakan tertentu yang dilakukan
-          Merupakan fungsi pemerintah sebagai pelayan publik

C.    Implikasi pengertian kebijakan publik adalah :
Kebijakan tersebut adalah kebijakan negara atau pemerintah, berupa pilihan pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.kebijakan publik bertujuan mengatasi situasi tertentu, kebijakan tersebut memandu tindakan atau pola tindakan pejabat pemerintah, kebijakan publik didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat otoratif. Kebijakan publik dapat dituangkan melalui :hukum perundang-undangan yang disahkan oleh badan legislatif, berbagai peraturan dan regulasi yang dilaksanakan dan diputuskan oleh badan administrasi pemerintah,perintah para eksekutif (para pemimpin pemerintahan) baik pusat maupun daerah,berbagai keputusan pengadilan.

D.    KATEGORI MODEL KEBIJAKAN (E.S. Quade)
-          Model Analitik      : untuk situasi yang kompleks, digunakan dalam riset operasi .
-          Model Simulasi     : bentuk eksperimen semu, model analog, penggunaan komputer .
-          Model Permainan :  manusia terlibat langsung, permainan perang-perangan keterlibatan simultan .
-          Model Penilaian    : tidak eksplisit (ekspresi verbal, berbentuk analogi), banyak dalam pikiran, model mental, misalnya: karakteristik organisasi

E.     TIPE MODEL KEBIJAKAN (W.N. Dunn)
-          Model Deskriptif        : Menjelaskan/memprediksi sebab & konsekuensi pilihan kebijakan contoh: model indikator sosial .
-          Model Normatif         : Menjelaskan, memprediksi, merekomendasi optimalisasi usaha, contoh: model antrian, model biaya-manfaat, dll .
-          Model Verbal             : Ekspresi deskriptif & normatif, berupa: verbal,    simbol, & prosedural; pakai bahasa sehari2, pakai nalar berupa argumen nilai .
-          Model Simbolis         : Pakai simbol matematis untuk menerangkan hubungan, data aktual, contoh: Y=a+bX .
-          Model Prosedural     : Menggunakan prosedur simulasi, teori pembuatan keputusan (penentuan alternatif), data asumsi (relatif/bobot), contoh: diagram keputusan.
-           
F.     BEBERAPA MODEL TERPILIH :
-          Model Institusional
-          Model Elit –Massa
-          Model Inkremental
-          Model Model Group/Kelompok
-          Model Sistem
-          Model Rasional
-          Model Proses
-          Model Pilihan Publik
Setiap model memiliki fokus yang berbeda tentang kondisi politik dan membantu memahami berbagai perbedaan tentang kebijakan public.Thomas Dye: lembaga pemerintahan memberikan PP tiga cirri utama :
1)      Legitimasi, 2) Universalitas & 3) Paksaan.
2)      PP adalah kegiatan-kegiatan yg dilakukan oleh lembaga pemerintah: Legislatif, Eksekutif, Judikatif, Pemerintah Daerah, dsb.
3)      Kebijakan publik diputuskan &, dilaksanakan oleh institusi pemerintah.
4)      Undang-undang menetapkan struktur kelembagaan negara dalampembuatan kebijakan.
5)      Pembagian kekuasaan, checks and balances, otonomi daerah memberikan nuansa pada kebijakan publik.

G.    Model-model Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi Sistem Rasional (Top-Down)
Menurut Parsons (2006), model implementasi inilah yang paling pertama muncul. Pendekatan top down memiliki pandangan tentang hubungan kebijakan implementasi seperti yang tercakup dalam Emile karya Rousseau : “Segala sesuatu adalah baik jika diserahkan ke tangan Sang Pencipta. Segala sesuatu adalah buruk di tangan manusia”.
Masih menurut Parsons (2006), model rasional ini berisi gagasan bahwa implementasi adalah menjadikan orang melakukan apa-apa yang diperintahkan dan mengontrol urutan tahapan dalam sebuah sistem.
Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Ratmono (2008), berpendapat bahwa implementasi top down adalah proses pelaksanaan keputusan kebijakan mendasar. Beberapa ahli yang mengembangkan model implementasi kebijakan dengan perspektif top down adalah sebagai berikut :
1.      Van Meter dan Van Horn
Menurut Meter dan Horn (1975) dalam Nugroho (2008), implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variable yang mempengaruhi kebijakan public adalah sebagai berikut :
1. Aktifitas implementasi dan komunikasi antar organisasi
2. Karakteristik agen pelaksana/implementor
3. Kondisi ekonomi, social dan politik
4. Kecendrungan (dispotition) pelaksana/implementor
2.      George Edward III
Menurut Edward III (1980) dalam Yousa (2007), salah satu pendekatan studi implementasi adalah harus dimulai dengan pernyataan abstrak, seperti yang dikemukakan sebagai berikut, yaitu :
1.      Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan ?
2.      Apakah yang menjadi faktor penghambat utama bagi keberhasilan implementasi kebijakan?
Sehingga untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, Edward III, mengusulkan 4 (empat) variable yang sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu :
1.      Communication (komunikasi) ; komunikasi merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. Untuk menghindari terjadinya distorsi informasi yang disampaikan atasan ke bawahan, perlu adanya ketetapan waktu dalam penyampaian informasi, harus jelas informasi yang disampaikan, serta memerlukan ketelitian dan konsistensi dalam menyampaikan informasi
2.      Resourcess (sumber-sumber) ; sumber-sumber dalam implementasi kebijakan memegang peranan penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana sumber-sumber pendukungnya tidak tersedia. Yang termasuk sumber-sumber dimaksud adalah :
A.     staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai keahlian dan keterampilan untuk melaksanakan kebijakan
B.     informasi yang memadai atau relevan untuk keperluan implementasi
C.     dukungan dari lingkungan untuk mensukseskan implementasi kebijakan
D.     wewenang yang dimiliki implementor untuk melaksanakan kebijakan.
3.      Dispotition or Attitude (sikap) ; berkaitan dengan bagaimana sikap implementor dalam mendukung suatu implementasi kebijakan. Seringkali para implementor bersedia untuk mengambil insiatif dalam rangka mencapai kebijakan, tergantung dengan sejauh mana wewenang yang dimilikinya
4.      Bureaucratic structure (struktur birokrasi) ; suatu kebijakan seringkali melibatkan beberapa lembaga atau organisasi dalam proses implementasinya, sehingga diperlukan koordinasi yang efektif antar lembaga-lembaga terkait dalam mendukung keberhasilan implementasi.
3.      Mazmanian dan Sabatier
Mazmanian dan Sabatier (1983), mendefinisikan implementasi sebagai upaya melaksanakan keputusan kebijakan, sebagaimana pendapat mereka :
“Implementation is the carrying out of basic policy decision, usually incorporated in a statute but wich can also take the form of important executives orders or court decision. Ideally, that decision identifies the problem(s) to be pursued, and, in a vaiety of ways, ‘structures’ the implementation process”.
Menurut model ini, implementasi kebijakan dapat diklasifikan ke dalam tiga variable, yaitu (Nugroho, 2008) :
A.     Variabel independen : yaitu mudah-tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indicator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.
B.     Variabel intervening : yaitu variable kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indicator kejelasan dan konsistensi tujuan
C.     Varaibel dependen : yaitu variable-variabel yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indicator kondisi social ekonomi dan teknologi, dukungan public, sikap dan risorsis konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi dan komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana

4.       Model Grindle
Menurut Grindle (1980) dalam Wibawa (1994), implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut.Isi kebijakan, mencakup hal-hal sebagai berikut :
1.      Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan
2.      Jenis manfaat yang akan dihasilkan
3.      Derajat perubahan yang diinginkan
4.      Kedudukan pembuat kebijakan
5.      Pelaksana program
6.      Sumber daya yang dikerahkan
Sementara itu, konteks implementasinya adalah :
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
2. Karakteristik lembaga dan penguasa
3. Kepatuhan dan daya tanggap
Model Grindle ini lebih menitik beratkan pada konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, sasaran dan arena konflik yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.

Implementasi Kebijakan Bottom Up
Model implementasi dengan pendekatan bottom up muncul sebagai kritik terhadap model pendekatan rasional (top down). Parsons (2006), mengemukakan bahwa yang benar-benar penting dalam implementasi adalah hubungan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. Model bottom up adalah model yang memandang proses sebagai sebuah negosiasi dan pembentukan consensus. Masih menurut Parsons (2006), model pendekatan bottom up menekankan pada fakta bahwa implementasi di lapangan memberikan keleluasaan dalam penerapan kebijakan.
Ahli kebijakan yang lebih memfokuskan model implementasi kebijakan dalam persfektif bottom up adalah Adam Smith. Menurut Smith (1973) dalam Islamy (2001), implementasi kebijakan dipandang sebagai suatu proses atau alur. Model Smith ini memamndang proses implementasi kebijakan dari proses kebijakan dari persfekti perubahan social dan politik, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran.Menurut Smith dalam Islamy (2001), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variable, yaitu :
1.    Idealized policy : yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan merangsang target group untuk melaksanakannya
2.    Target groups : yaitu bagian dari policy stake holders yang diharapkan dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan. Karena kelompok ini menjadi sasaran dari implementasi kebijakan, maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola perilakukan dengan kebijakan yang telah dirumuskan
3.    Implementing organization : yaitu badan-badan pelaksana yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan.
Environmental factors : unsur-unsur di dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan seperti aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik.

0 komentar:

Posting Komentar